Pada hari, Kamis, 14 Mei 2020, dipertemukan dengan narasumber
yang sangat menginspirasi. Siapakah dia?
"Asep adalah sedikit pendidik muda yg berani memilih
jalan sebagai pendidik di luar kelas, di luar mainstream guru pada umumnya.
Dengan ketajaman dan keruntutan cara pikirnya,
pemahamannya yg detail terhadap proses pendidikan, kecintaannya yg dalam terhadap
kemajuan pendidikan, terutama para guru,
membuat ide-idenya mengalir dalam tulisan-tulisan yg
mencerahkan dan membangkitkan motivasi.
Sosok humanis yg rendah hati, dicintai, dan kehadirannya
selalu dinanti dalam tulisan maupun dalam interaksi langsung."
(Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd - Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Ketua Umum Pengurus PB PGRI)
Menarik sekali
ya, jika Prof Unifah saja begitu sangat mengapresiasinya. Berikut ini resume
pembahasan yang disampaikan:
Dengan semangat
untuk saling belajar, beliau sharing tentang pengalaman menulis di rubrik opini
dan hikmah Republika.
Pertama, diawali
dengan penjelasan tentang mengikat makna. Istilah mengikat makna dipopulerkan
oleh almarhum Hernowo. Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas menulis
sebagai cara untuk memaknai hal-hal yang bisa kita lihat, dengar, rasakan,
renungi.
Setiap orang
memiliki hambatan menulis yang berbeda-beda. Ada hambatan yang disebabkan
kesulitan mengalirkan gagasan, ada juga karena faktor mood, ada pula yang
disebabkan karena faktor penguasaan bahasa serta keterampilan menulis. Namun
hakikatnya, setiap diri kita bisa menulis jika konsisten mau belajar. Hal yang
paling mudah ditulis adalah sesuatu yang dekat dengan diri kita.
Sebelum dapat
mempublikasikan tulisan di media masa, beliau belajar menulis di buku harian.
Menulis di buku harian adalah cara ampuh untuk membangun kepercayaan diri untuk
menuangkan gagasan.
Berikut ini kajian
beliau dengan salah satu guru menulis, Mas Bambang Trimansyah, sifat tulisan
terbagi ke dalam 4 sifat, yaitu:
1. Pribadi tertutup, yakni tulisan
bersifat sangat pribadi dan cenderung dirahasiakan agar tidak dibaca atau
terbaca oleh orang lain. Tulisan ini biasanya berupa diari, surat-surat
pribadi, ataupun catatan-catatan rahasia.
2. Pribadi terbuka, yakni tulisan bersifat
pribadi ataupun sangat pribadi, tetapi dibiarkan ataupun disengaja untuk dibaca
orang lain. Tulisan semacam ini muncul akibat perkembangan teknologi informasi,
terutama di dunia internet. Tulisan-tulisan di blog, situs, ataupun media
sosial cenderung banyak yang bersifat pribadi, subjektif, dan kadang malah
dibuat sesuka hati.
3. Publik terbatas, yakni tulisan yang
ditujukan untuk konsumsi orang banyak, tetapi dalam lingkup terbatas, misalnya
lingkup komunitas, lingkup keagamaan, ataupun lingkup sesama teman yang saling
kenal.
4. Publik terbuka, yakni tulisan yang
ditujukan untuk konsumsi orang banyak secara terbuka dan luas meskipun menyasar
pada segmen pembaca tertentu. Tulisan ini bebas dibaca siapa pun yang berminat.
Sifat menentukan untuk siapa tulisan ditujukan. Pada sifat pertama Bapak Ibu menulis, tetapi hanya Bapak Ibu sendiri yang membacanya. Sifat 2, 3, dan 4 adalah tulisan yang ditujukan untuk publik sehingga Anda perlu menimbang tujuan penulisan dan pembaca sasaran.
Sebelum bicara lebih teknis untuk membuat tulisan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar tulisan kita memiliki ruh atau jiwanya. Menurut Mas Fauzil Adhim, ada 6 aspek yang harus dikembangkan agar tulisan kita memiliki jiwa.
Tulisan akan memiliki jiwa saat penulis memiliki visi hidup (cita-cita dan harapan), melibatkan emosi saat menulis, luas wawasannya (banyak membaca, berdiskusi, jalan-jalan), berbagi pengalaman hidup nyata yang pernah dialami, menggunakan nalar atau logika yang tepat, dan tulisan sebagai hasil perenungan yang mendalam tentang apapun yang akan ditulis.
Ada 5 proses
dalam menulis:
1. Menggagas
2. Menyusun draf
·
Menulis
bebas
·
Memasukkan
bahan yang relevan dengan pengalaman diri, pengalaman orang lain, latar
belakang ilmu dan pengetahuan yang dimiliki
·
Memasukkan
data dan fakta
·
Mengembangkan
gaya penulisan yang tepat sesuai pembaca sasaran
3. Merevisi: Membuat Tulisan Lebih Baik
·
Membaca
ulang naskah secara keseluruhan sambil menandai bagian yang kurang jelas atau
kurang tepat
·
Menimbang
bahan yang harus dibuang karena kurang relevan
·
Menimbang
bahan lain yang dapat memperkaya tulisan
4. Menyunting: Memastikan Tidak Ada
Kesalahan
Memperbaiki tulisan dari aspek tata
bahasa, ketelitian data dan fakta, kesantunan. Tak boleh ada kesalahan
elementer.
5. Menerbitkan
Menentukan publikasi tulisan pada media
yang tepat serta pembaca yang tepat. Bapak Ibu dapat memilih media daring atau
media cetak.
Di luar teknis menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin menulis, tak pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak dan tak dimuat, juga tak berhenti belajar meningkatkan keterampilan menulis. Jauh sebelum tulisan beliau dimuat di rubrik opini dan Hikmah Republika, sejak tahun 2007 beliau konsisten menulis di Republika Online. Nah ini jadi faktor nonteknis, punya jalinan silaturahim dengan para redaktur di media masa. Kita mendapatkan informasi dan masukan dari para redaktur agar kualitas tulisan lebih baik dan potensial dimuat di media cetak.
Berikut ini contoh artikel beliau di media cetak:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar