Sabtu, 16 Mei 2020

Menulis Opini dan Hikmah di Republika

Pada hari, Kamis, 14 Mei 2020, dipertemukan dengan narasumber yang sangat menginspirasi. Siapakah dia?

 

"Asep adalah sedikit pendidik muda yg berani memilih jalan sebagai pendidik di luar kelas, di luar mainstream guru pada umumnya.

 

Dengan ketajaman dan keruntutan cara pikirnya, pemahamannya yg detail terhadap proses pendidikan, kecintaannya yg dalam terhadap kemajuan pendidikan, terutama para guru,

membuat ide-idenya mengalir dalam tulisan-tulisan yg mencerahkan dan membangkitkan motivasi.

 

Sosok humanis yg rendah hati, dicintai, dan kehadirannya selalu dinanti dalam tulisan maupun dalam interaksi langsung."


(Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd - Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, Ketua Umum Pengurus PB PGRI)


Menarik sekali ya, jika Prof Unifah saja begitu sangat mengapresiasinya. Berikut ini resume pembahasan yang disampaikan:

Dengan semangat untuk saling belajar, beliau sharing tentang pengalaman menulis di rubrik opini dan hikmah Republika.

Pertama, diawali dengan penjelasan tentang mengikat makna. Istilah mengikat makna dipopulerkan oleh almarhum Hernowo. Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas menulis sebagai cara untuk memaknai hal-hal yang bisa kita lihat, dengar, rasakan, renungi.

Setiap orang memiliki hambatan menulis yang berbeda-beda. Ada hambatan yang disebabkan kesulitan mengalirkan gagasan, ada juga karena faktor mood, ada pula yang disebabkan karena faktor penguasaan bahasa serta keterampilan menulis. Namun hakikatnya, setiap diri kita bisa menulis jika konsisten mau belajar. Hal yang paling mudah ditulis adalah sesuatu yang dekat dengan diri kita.



Sebelum dapat mempublikasikan tulisan di media masa, beliau belajar menulis di buku harian. Menulis di buku harian adalah cara ampuh untuk membangun kepercayaan diri untuk menuangkan gagasan.

 

Berikut ini kajian beliau dengan salah satu guru menulis, Mas Bambang Trimansyah, sifat tulisan terbagi ke dalam 4 sifat, yaitu:

1.      Pribadi tertutup, yakni tulisan bersifat sangat pribadi dan cenderung dirahasiakan agar tidak dibaca atau terbaca oleh orang lain. Tulisan ini biasanya berupa diari, surat-surat pribadi, ataupun catatan-catatan rahasia.

2.  Pribadi terbuka, yakni tulisan bersifat pribadi ataupun sangat pribadi, tetapi dibiarkan ataupun disengaja untuk dibaca orang lain. Tulisan semacam ini muncul akibat perkembangan teknologi informasi, terutama di dunia internet. Tulisan-tulisan di blog, situs, ataupun media sosial cenderung banyak yang bersifat pribadi, subjektif, dan kadang malah dibuat sesuka hati.

3.    Publik terbatas, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak, tetapi dalam lingkup terbatas, misalnya lingkup komunitas, lingkup keagamaan, ataupun lingkup sesama teman yang saling kenal.

4.      Publik terbuka, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak secara terbuka dan luas meskipun menyasar pada segmen pembaca tertentu. Tulisan ini bebas dibaca siapa pun yang berminat.

Sifat menentukan untuk siapa tulisan ditujukan. Pada sifat pertama Bapak Ibu menulis, tetapi hanya Bapak Ibu sendiri yang membacanya. Sifat 2, 3, dan 4 adalah tulisan yang ditujukan untuk publik sehingga Anda perlu menimbang tujuan penulisan dan pembaca sasaran.

Sebelum bicara lebih teknis untuk membuat tulisan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar tulisan kita memiliki ruh atau jiwanya. Menurut Mas Fauzil Adhim, ada 6 aspek yang harus dikembangkan agar tulisan kita memiliki jiwa.



Tulisan akan memiliki jiwa saat penulis memiliki visi hidup (cita-cita dan harapan), melibatkan emosi saat menulis, luas wawasannya (banyak membaca, berdiskusi, jalan-jalan), berbagi pengalaman hidup nyata yang pernah dialami, menggunakan nalar atau logika yang tepat, dan tulisan sebagai hasil perenungan yang mendalam tentang apapun yang akan ditulis.


Ada 5 proses dalam menulis:

1.      Menggagas

2.      Menyusun draf

·         Menulis bebas

·         Memasukkan bahan yang relevan dengan pengalaman diri, pengalaman orang lain, latar belakang ilmu dan pengetahuan yang dimiliki

·         Memasukkan data dan fakta

·         Mengembangkan gaya penulisan yang tepat sesuai pembaca sasaran

3.      Merevisi: Membuat Tulisan Lebih Baik

·         Membaca ulang naskah secara keseluruhan sambil menandai bagian yang kurang jelas atau kurang tepat

·         Menimbang bahan yang harus dibuang karena kurang relevan

·         Menimbang bahan lain yang dapat memperkaya tulisan

4.      Menyunting: Memastikan Tidak Ada Kesalahan

Memperbaiki tulisan dari aspek tata bahasa, ketelitian data dan fakta, kesantunan. Tak boleh ada kesalahan elementer.

5.      Menerbitkan

Menentukan publikasi tulisan pada media yang tepat serta pembaca yang tepat. Bapak Ibu dapat memilih media daring atau media cetak.


Di luar teknis menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin menulis, tak pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak dan tak dimuat, juga tak berhenti belajar meningkatkan keterampilan menulis. Jauh sebelum tulisan beliau dimuat di rubrik opini dan Hikmah Republika, sejak tahun 2007 beliau konsisten menulis di Republika Online. Nah ini jadi faktor nonteknis, punya jalinan silaturahim dengan para redaktur di media masa. Kita mendapatkan informasi dan masukan dari para redaktur agar kualitas tulisan lebih baik dan potensial dimuat di media cetak.


Berikut ini contoh artikel beliau di media cetak:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar