Selasa, 12 Mei 2020

Dahsyatnya Storytelling

Dahsyatnya Storytelling

Oleh Om Bud (Pak Budiman Hakim)

Resume oleh Yeni Khomaria

 

Pernah suatu hari  Om Bud mengajar di Laku Kopi Bintaro. Ada salah satu pesertanya, seorang Ibu, mengaku dulu waktu kecil dia sering didongengin. Hebatnya ibu ini masih inget cerita si Kancil yang dibacakan orangtuanya waktu dia berusia 5 tahun. Coba bayangkan! Ibu itu usianya 70 tahun dan masih bisa mengingat dongeng yang dia dengar 65 tahun yang lalu. Luar biasa kan? Dan ternyata ini tidak hanya terjadi pada ibu itu tapi dialami oleh banyak sekali orang di dunia.

Hal inilah yang membuat pakar-pakar marketing berpikir, “Kalo iya sebuah cerita mampu menanamkan pesan sedemikian dahsyat, kenapa cara mendongeng tidak dijadikan saja sekalian sebagai strategi marketing?”. Setelah beliau tela’ah lebih dalam, ternyata cara menyampaikan pesan melalui cerita memang adalah cara yang terbaik.

Ciri-Ciri Sebuah Storytelling adalah sebagai berikut:

1.      Kekuatannya ada pada cerita. Brand  sering muncul belakangan

2.     Kalaupun brand muncul di depan kehadirannya menjadi bagian dari cerita itu sehingga tetap tidak terlalu terasa bahwa itu adalah iklan

3.      Brand terlihat muncul seperti btw tapi sebenernya kehadirannya kuat

4.      Brand diperlakukan secara netral dan tidak sebagai hero

5.      Nuansa iklannya hampir gak terasa

6.       SURPRISENYA TINGGI sehingga orang mau nge-share.


Sebelum membahas lebih jauh tentang storytelling, ada baiknya dipetakan dan dipelajari macam-macam cara orang berjualan yang sering dilakukan orang:

1. ROUGH SELLING

Cara berjualan dengan cara kasar dan menyakiti hati konsumennya. Misalnya produk MLM, mereka mengundang orang untuk datang ke suatu tempat cuma ngasih tau bahwa ada prospek bisnis. Pas kita datang ke rumahnya, ternyata mereka jualan. Begitu juga yang terjadi pada orang yang jualan asuransi. Seringkali salesgirlnya berjualan dengan cara yang memaksa sehingga kita jadi kesel dan marah. Cara berjualan seperti ini biasanya membuat orang jadi tidak bersimpati pada brand kita.

2. HARD SELLING

Hard selling adalah cara berjualan dengan cara berteriak-teriak seperti tukang obat. Yang diteriakkan biasanya semua tentang kehebatan dan semua benefit yang ada di brandnya. Cara berjualan seperti ini biasanya sulit untuk dipercaya karena janjinya too good to be true.

3. SOFT SELLING

Cara berjualan secara halus dengan tone and manner yang elegan. Meskipun caranya halus, orang tentu saja tau bahwa itu iklan. Cara berjualan seperti ini mungkin menyenangkan calon konsumen tapi karena tau bahwa itu iklan, mereka sering enggan untuk membagikan.

4. COVERT SELLING

Covert Selling adalah cara beriklan dengan cara menyembunyikan brandnya. Orang tidak tau dan tidak merasa bahwa itu iklan. Cara berjualan seperti ini biasanya tidak disukai oleh Team Marketing. Karena mereka merasa apa gunanya bayar mahal-mahal kalo brandnya disembunyikan. Padahal covert selling adalah cara yang paling ampuh agar orang merasa tidak keberatan membagikan karena merasa itu bukan iklan.

Contoh covert selling dapat dilihat pada link berikut:

https://www.kompasiana.com/budiman_hakim/551ae0a4a33311be20b65a69/hnp-bisa-disembuhkan-tanpa-operasi?page=all

 

Storytelling Ada Di Mana Dong?

Storytelling ada di antara soft selling dan covert selling. Storytelling ada di irisan antara soft selling dan covert selling. Diharapkan sebuah storytelling, komunikasinya bisa halus dan elegan seperti soft selling tapi juga sekaligus mampu mendapatkan share sebanyak mungkin seperti covert selling.


Contoh Storytelling Dalam Teks


Storytelling Dalam Bentuk Image

Coba perhatikan gambar iklan tersebut. Hanya mengandalkan gambar yang bercerita. Tidak ada satupun huruf di sana kecuali kata-kata dalam sachet.


Memasarkan Produk Atau Brand Di Social Media.

BRAND adalah apa yang orang CERITAKAN tentang kita.

Jadi, apapun bisnis kalian, konsumen harus mempunyai pengalaman unik untuk diCERITAkan pada komunitasnya. Kalau ternyata produk kita tergolong generic, brand kita tidak ada bedanya dengan brand competitor, maka KITA PERLU MENCIPTAKAN SESUATU sehingga konsumen tetap mempunyai pengalaman yang menarik UNTUK DICERITAKAN. Caranya bagaimana?

Perhatikan cerita berikut:

Saya punya temen namanya Iwan SJP. Dia pergi ke Starbucks mengajak seorang temennya bernama Abigail. Seperti kita ketahui, setiap kali kita memesan kopi, baristanya akan menanyakan nama pembeli lalu mereka tuliskan di atas cup kopi kita. Nah, masalahnya, Barista tersebut salah menuliskan spellingnya. Iwan kecewa berat, 'Perusahaan multinasional kok bisa salah menuliskan ejaan?'. Karena kesal Iwan SJP memotret cup bertuliskan nama yg salah tersebut dan mempostingnya di FB.


Iwan tidak mengetahui bahwa Barista tersebut ternyata menulis dengan ejaan yang salah secara sengaja. Starbucks sedang memberi konsumennya bahan untuk diceritakan. Tanpa disadari orang yang terjebak itu telah menjadi brand ambassador gratisan.

Satu hal yang perlu dicatat bahwa di era digital, orang tidak takut melakukan hal yang cenderung negatif dalam berkomunikasi. Buat mereka mendapat liputan itu jauh lebih penting dari nama baik. Dan strategi itu udah sangat biasa dilakukan oleh orang di seluruh dunia baik itu artis atau politisi. Dunia digital telah memporaporandakan tata nilai, norma sampai bahasa.

Seorang temen pernah berkata, “Gak usah heran, Om Bud, Starbucks mah duitnya banyak. Jadi mereka bisa dengan mudah membayar orang pinter untuk membuat strategi marketing seperti itu. Orang Indonesia mah jangan diharepin. Boro-boro membuat strategi seperti itu, kepikiran aja kagak.” Omongan temen saya ini salah besar. Banyak sekali saya temukan orang-orang lokal yang membuat strategi jenius dan gak kalah sama strategi Starbucks di atas. Dan hebatnya mereka adalah pebisnis-pebisnis skala kecil dan menengah.


SOTO GEBRAK

Ketika kita memesan soto, maka kokinya akan membanting botol kecap ke atas kayu yang dilapis seng. Setiap kali botol digebrakkan ke meja maka akan terdengar suara yang sangat memekakkan telinga. Hahahahaha kocak ya?

Setiap kali temen Om Bud ngajak makan siang, sering banget diajak makan di sana, terutama yang belom pernah ke tempat itu. Kenapa diajak kesana padahal makanannya gak begitu enak? Karena pengen mereka kaget seperti waktu Om Bud pertama kali. Karena punya sesuatu untuk diceritakan. Pemilik soto gebrak ini menyadari bahwa rasa sotonya tidak cukup kuat untuk diceritakan oleh konsumennya. Karena itu dia menciptakan gimik dan merekayasa sesuatu supaya konsumennya punya pengalaman untuk diceritakan. Artinya, owner soto gebrak ini secara intuisi telah menciptakan strategi marketing keren yang tidak kalah seperti yang dilakukan oleh perusahaan multinasional sekelas Starbucks.


SIOMAY PINK

Penjual siomay pink, namanya Bapak Sriyono asli dari Klaten. Warna Pink adalah warna favorit anaknya, Peksi Safira Miradalita. Pak Sriyono bercerai dengan istrinya ketika Peksi baru berusia 3,5 tahun. Dan tragisnya, Pak Sriyono tidak diizinkan untuk bertemu dengan anaknya itu. Nah loh, sebuah cerita lagi, kan?

Hati Om Bud tersentuh sekali mendengar cerita itu. Sejak itu, setiap kali pergi ke Car Free Day, selalu makan siomay Pink. Dan beli banyak walaupun siomaynya gak enak. TAPI KE SANA KARENA CERITANYA. Luar biasa kan pengaruh sebuah CERITA?


Teknologi Digital memang telah melakukan disruption luar biasa. Semua peradaban berubah. Suka tidak suka kita harus menerimanya. Jadi intinya adalah di dunia digital bukan tentang positif atau negatif. Tapi yang penting mendapatkan liputan sebanyak mungkin sehingga makin dikenal oleh masyarakat luas.

Dapat disimpulkan bahwa kita bisa menceritakan sesuatu dari yang kita lihat walaupun itu tidak ada keterangan apapun, menemukan informasi yang tersirat dan menuangkan dalam tulisan itulah yang dikenal dengan STORYTELLING.

JADI SIAPKAH KAMU BERCERITA?

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar