Senin, 04 Mei 2020

Bagaimana Menjadi Penulis di Penerbit Mayor?

Bulan Ramadhan telah memasuki 10 hari kedua, dimana pintu maaf dibuka seluas-luasnya. Namun fase ini sering dianggap sebagai fase transisi semangat, biasanya terlihat jama’ah shalat tarawih di Masjid semakin maju ke depan (alias jamaah berkurang). Tapi apakah hal serupa terjadi juga dimasa pandemic ini?
Jika di tahun-tahun sebelumnya semangat ibadah di bulan Ramadhan 10 hari kedua, mulai tergantikan semangat memburu baju baru, semangat menyiapkan jajanan khas Lebaran atau yang sudah bersemangat untuk mudik ke kampong halaman. Harusnya Ramadhan kali ini akan berbeda, telah ada intruksi pemerintah untuk tidak mudik, untuk menunda acara silaturahmi. Mari kita senantiasa bersemangat dalam menjalankan ibadah di bulan suci ini dan menghilangkan kekhawatiran akibat pandemic dengan hal-hal positif, salah satunya dengan senantiasa berkarya.

Dan di minggu kedua kuliah online “Belajar Menulis Gelombang 10” ini, semakin menginspirasiku untuk berkarya lewat tulisan. Hari ini, kuliah online diisi oleh Bapak Drs. Ukim Komarudin, M.Pd, Penulis Buku “Guru Juga Manusia”.

Pada kuliah online kali ini beliau berbagi tentang Pengalaman menulis di Penerbit mayor. Berikut resumenya:

Beliau, Bapak Ukim Komarudinmengatakan bahwa menulis merupakan ekspresi pribadi. Menulis juga merupakan sarana yang tepat sebagai tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya.
Beliau tak pernah merasa khawatir terkait dengan kualitas tulisan, juga tidak perduli  dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis karena menulis adalah kebutuhan, sehingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang.
Selain menulis dengan apa adanya, Beliau pun menulis apa saja. Karena merupakan seorang guru, maka beliau menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru.
Beberapa berkomentar bahwa tulisan Beliau bagus, emotif, dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasanya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisannya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb.
Karena komentar-komentar tersebut, maka dicobalah membukukan tulisan-tulisan yang selama ini merekam semua kejadian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang Beliau tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka Beliau menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi Beliau dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Karena kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah, maka beliau menyisipkan karya pribadi, karya bersama (berlima) yang berupa buku mata pelajaran.

Beliau juga menuturkan banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak terpikirkan pada saat interview dengan penerbit. Dan awalnya, hal tersebut membuat Beliau tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis Beliau.
Hal-hal yang ditanyakan saat interview dengan pihak penerbit adalah:
·         Apakah ketika menulis buku sudah memperkirakan akan laku di pasaran?
·         Apakah buku tersebut punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli?
·         Untuk kepentingan pasar, Apakah bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)?

Teman yang sudah menjadi penulis "beneran", menjelaskan tentang proses menulis yang melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Tim ini nanti yang akan menyebabkan karya dapat dinikmati orang banyak.
Sebagai pemula walaupun mempunyai Naskah yang berpotensi atau "layak" untuk diterbitkan tetap harus dipoles di sana sini.

Berikut ini alur penerimaan naskah hingga buku terbit:
Jika naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal, yaitu: penambahan bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim. Editor akan mengkonfirmasi semua hal menyangkut penyesuaian buku, artinya, semuanya akan terjadi jika penulis setuju. Hingga akhirnya sebelum naik cetak,  penulis menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak.
Setelah mendapat konfirmasi terkait dengan terbitnya buku, maka:
1.    Penulis menerima buku pribadi dan buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan.
2.    Terkait dengan teknis launching Buku, ini soal bagaimana membuat buku laku.
3.    Penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian baru akan mendapat royaltinya.
4.    Kemudian, peran penulis adalah mengusahakan bukunya

Bagaimana  kriteria layak atau tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran?
Kriteria buku dianggap layak untuk diterbitkan, Khususnya terkait buku mata pelajaran adalah:
1.    Menunjukkan penggunaan pendekatan baru;
2.    Lebih lengkap;
3.    Penulisnya memang berkualifikasi luar biasa;
4.    Naskah renyah (enak dibaca);
5.    Diutakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik

Terakhir dari resume ini, pesan dari Bapak Ukim Komarudin yang perlu saya garis bawahi adalah: “Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis. Menulislah setiap hari, tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita berkualitas. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar