Bulan Ramadhan telah memasuki 10 hari
kedua, dimana pintu maaf dibuka seluas-luasnya. Namun fase ini sering dianggap
sebagai fase transisi semangat, biasanya terlihat jama’ah shalat tarawih di
Masjid semakin maju ke depan (alias jamaah berkurang). Tapi apakah hal serupa
terjadi juga dimasa pandemic ini?
Jika di tahun-tahun sebelumnya
semangat ibadah di bulan Ramadhan 10 hari kedua, mulai tergantikan semangat
memburu baju baru, semangat menyiapkan jajanan khas Lebaran atau yang sudah
bersemangat untuk mudik ke kampong halaman. Harusnya Ramadhan kali ini akan
berbeda, telah ada intruksi pemerintah untuk tidak mudik, untuk menunda acara
silaturahmi. Mari kita senantiasa bersemangat dalam menjalankan ibadah di bulan
suci ini dan menghilangkan kekhawatiran akibat pandemic dengan hal-hal positif,
salah satunya dengan senantiasa berkarya.
Dan di minggu kedua kuliah online “Belajar
Menulis Gelombang 10” ini, semakin menginspirasiku untuk berkarya lewat
tulisan. Hari ini, kuliah online diisi oleh Bapak Drs. Ukim Komarudin, M.Pd, Penulis
Buku “Guru Juga Manusia”.
Pada kuliah online kali ini beliau
berbagi tentang Pengalaman menulis di
Penerbit mayor. Berikut resumenya:
Beliau, Bapak Ukim
Komarudin, mengatakan bahwa menulis
merupakan ekspresi pribadi. Menulis juga merupakan sarana yang tepat sebagai
tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya.
Beliau tak pernah merasa khawatir terkait
dengan kualitas tulisan, juga tidak perduli
dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis
karena menulis adalah kebutuhan, sehingga jika tidak dilakukan seperti ada
sesuatu yang hilang.
Selain menulis dengan apa adanya, Beliau
pun menulis apa saja. Karena merupakan seorang guru, maka beliau menulis
terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang
harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Hingga sampai suatu hari,
tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini
teman-teman guru.
Beberapa berkomentar bahwa tulisan Beliau
bagus, emotif, dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang
mengatakan bahwa bahasanya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga
yang mengaku bahwa sepenggal tulisannya dapat dijadikan ceramah atau kultum,
dsb.
Karena komentar-komentar tersebut, maka
dicobalah membukukan tulisan-tulisan yang selama ini merekam semua kejadian.
Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang Beliau tuliskan merupakan
pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi
siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari
beragam tokoh, maka Beliau menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun
yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang
berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi Beliau dan semoga
bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Karena kebetulan menjadi penanggung
jawab penerbitan buku di sekolah, maka beliau menyisipkan karya pribadi, karya
bersama (berlima) yang berupa buku mata pelajaran.
Beliau juga menuturkan banyak
mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak terpikirkan pada
saat interview dengan penerbit. Dan awalnya, hal tersebut membuat Beliau tidak
nyaman karena menabrak prinsip menulis Beliau.
Hal-hal yang ditanyakan saat interview dengan pihak penerbit adalah:
·
Apakah
ketika menulis buku sudah memperkirakan akan laku di pasaran?
·
Apakah
buku tersebut punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli?
·
Untuk
kepentingan pasar, Apakah bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian
(diganti)?
Teman yang sudah menjadi penulis
"beneran", menjelaskan tentang proses menulis yang melibatkan tim
agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Tim ini nanti yang akan
menyebabkan karya dapat dinikmati orang banyak.
Sebagai pemula walaupun mempunyai Naskah
yang berpotensi atau "layak" untuk diterbitkan tetap harus dipoles di
sana sini.
Berikut ini alur penerimaan naskah hingga buku terbit:
Jika naskah itu bisa melewati editor,
maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal, yaitu: penambahan
bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan
lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim. Editor akan mengkonfirmasi semua
hal menyangkut penyesuaian buku, artinya, semuanya akan terjadi jika penulis
setuju. Hingga akhirnya sebelum naik cetak,
penulis menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya
bisa dicetak.
Setelah mendapat konfirmasi terkait
dengan terbitnya buku, maka:
1.
Penulis
menerima buku pribadi dan buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan.
2.
Terkait
dengan teknis launching Buku, ini soal bagaimana membuat buku laku.
3.
Penerbit
menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang
lebih 6 bulan kemudian baru akan mendapat royaltinya.
4.
Kemudian,
peran penulis adalah mengusahakan bukunya
Bagaimana kriteria layak atau
tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran?
Kriteria buku dianggap layak untuk
diterbitkan, Khususnya terkait buku mata pelajaran adalah:
1.
Menunjukkan
penggunaan pendekatan baru;
2.
Lebih
lengkap;
3.
Penulisnya
memang berkualifikasi luar biasa;
4.
Naskah
renyah (enak dibaca);
5.
Diutakan
dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar